Pemanfaatan Energi Matahari
Pengembangan kapasitas energi surya di tanah air saat ini baru mencapai 30 MW, atau hanya 3,75% dari target kapasitas terpasang pada 2025 sebesar 800 MW.
"Padahal ketersediaan energi surya sangat melimpah di negeri tropis ini," kata Deputi Kepala Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT) bidang Teknologi Rancang Bangun dan Rekayasa, Dr Surjatin Wiriadidjaja pada pembukaan Pelatihan mengenai Sistem Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS) di Tangerang, Banten.
Kendala pengembangan PLTS, ujarnya, lebih disebabkan pada biaya investasi PLTS yang sangat tinggi, berhubung 60% dari komponen PLTS berupa sel surya masih diimpor, sementara modul suryanya sulit diperoleh akibat besarnya daya serap pasar Eropa.
Kendala lainnya, lanjut dia, kebijakan tarif listrik yang hanya mensubsidi penggunaan bahan bakar fosil sehingga tidak merangsang partisipasi pada pengembangan energi terbarukan.
Selain itu, lokasi-lokasi potensial PLTS hanya untuk listrik perumahan di daerah-daerah terpencil dan kepulauan yang justru penduduknya berpenghasilan rendah sehingga tak mampu membeli listrik energi surya, ujarnya.
"Masyarakat menggunakan PLTS selama ini karena tidak memiliki akses ke jaringan PLN, mereka ada di daerah-daerah terpencil dan kepulauan dan biasa menggunakan listrik tenaga diesel. Kalau harga solar di daerah terpencil sampai Rp3.000 per kWh, baru PLTS dipertimbangkan, biasanya dengan sistem hibrid (kombinasi antara diesel dan surya -red)," katanya.
Namun, lanjut dia, pihaknya tetap optimistis di masa depan energi surya akan terus berkembang dan semakin terjangkau sesuai hukum ekonomi pasar, apalagi jika penemuan-penemuan baru terkait sel surya sudah semakin banyak.
"Pemerintah tahun ini menyiapkan Rp1,3 triliun untuk pengembangan PLTS yang tersebar di berbagai instansi pemerintah seperti Departemen ESDM, dan lainnya," kata Suryatin.
Potensi PLTS, lanjut dia, masih sangat besar berhubung 19,5 juta KK belum memiliki akses listrik dan enam juta KK di antaranya di daerah terpencil yang sulit berharap pada PLN.
"Tapi ke depan PLTS bisa dimasukkan dalam sistem grid connected dalam sistem jaringan PLN," katanya.
Sementara itu, Kepala Balai Besar Teknologi Energi BPPT MAM Oktaufik mengatakan, negara-negara yang telah memproduksi sel surya antara lain Jepang, AS, dan Jerman, sedangkan Malaysia dan Singapura sudah mulai membangun pabriknya.
"Indonesia bisa saja membuat pabriknya, tapi investasinya sangat besar," katanya.
Dicontohkan, investasi pabrikasi dari material mentah sampai menjadi modulnya membutuhkan investasi US$12-15 juta untuk kapasitas 5 MW peak per tahun, sedangkan pabrikasi sel surya dari pemurnian pasir silika butuh US$20 juta dengan skala keekonomian pada kapasitas produksi 20-30 MW per tahun. (kpl/cax)
Sumber : KapanLagi.com
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
0 komentar:
Posting Komentar